May 2015

A. Ular Berbisa Tinggi


Jenis ular berbisa sebenarnya tidak terlalu banyak dibandingkan dengan ular yang tidak berbisa. Ular berbisa biasanya tidak terlalu agresif karena mereka mengandalkan bisanya untuk melindungi diri dari musuh. Sebenarnya bisa ular lebih berfungsi untuk berburu mangsa saja.

1. Ular Weling (Bungarus Candidus)

Ciri-ciri fisik: Kepala oval, panjang tubuh dewasa sekitar 80 – 160 cm, warna kulitnya loreng hitam putih cerah dengan ukuran yang tidak seragam melingkar membentuk cincin, badan berpenampang bulat, bagian bawah putih polos, kelihatan mencolok di malam hari.
Habitat: Sawah, perkebunan, dekat pemukiman penduduk, perbukitan dataran rendah sampai pada ketinggian 1600 m dpl.
Makanan: Kadal, katak, tikus atau mamalia kecil lainnya.
Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari), tidak agresif di siang hari, cenderung menghindar jika diganggu atau menyembunyikan kepalanya di bawah badannya dengan melingkar, sensitif dengan cahaya dan akan berusaha mendekti.
Tipe gigi: Ophistoglypha.
Racun dominan: Neurotoxin (menyerang sistem syaraf)
Efek pada luka gigitan: hampir tidak ada.
Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
Efek pada sistem syaraf: Menyebabkan kelumpuhan.
Efek klinis: Menyebabkan kematian, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 60 – 70%






2. Ular Welang (Bungarus Fasciatus)

Ciri-ciri fisik: Kepala oval, panjang tubuh dewasa sekitar 110 – 213 cm, warna kulitnya loreng hitam kuning cerah dengan ukuran yang seragam melingkar membentuk cincin, badan cenderung segitiga (tidak bulat), kelihatan mencolok di malam hari.
Habitat: Hutan, persawahan, perkebunan atau di sekitar permukiman penduduk.
Makanan: Kadal, katak, ular, tikus atau mamalia kecil lainnya.
Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari), tidak agresif di siang hari, cenderung menghindar jika diganggu atau menyembunyikan kepalanya di bawah badannya dengan melingkar, sensitif dengan cahaya dan akan berusaha mendekti.
Tipe gigi: Ophistoglypha.
Racun dominan: Neurotoxin (menyerang sistem syaraf)
Efek pada luka gigitan: hampir tidak ada.
Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
Efek pada sistem syaraf: Menyebabkan kelumpuhan.
Efek klinis: Menyebabkan kematian, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 1 – 10%









3. Ular Luwuk (Trimeresurus Albolabris)

Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 40 – 100 cm, kepalanya berbentuk segi tiga, leher kecil, sisik kasar, mempunyai lubang sensor panas di antara mata dan lubang pernafasan, mata merah, warna kulit bawah hijau cerah sedangkan punggungnya agak tua, ekor merah dan runcing.
Habitat: Hutan bambu, semak-semak hijau, pepohonan hijau atau dekat sungai.
Makanan: Kadal, katak, tikus atau mamalia kecil lainnya.
Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada mamal hari) dan semi arboreal (siang hari menghabiskan waktu di dahan pohon dan malam hari di daratan), tidak melarikan diri bila di pegang atau diganggu bahkan akan langsung menggigit.
Tipe gigi: Solenoglypha (taring bisa dapat dilipat.
Racun dominan: Hemotoxin (menyerang sel darah)
Efek pada luka gigitan: Sakit, bengkak, memar, terasa panas.
Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
Efek klinis: Berpotensi membahayakan, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 1 – 10%







4. Ular Bandotan Macan (Vipera Russelli)

Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 100 – 150 cm, badan coklat dengan corak gambar membentuk oval tak beraturan, membesar diperut dan mengecil ke ekor serta leherjantan lebih besar dari pada betina, kepalanya berbentuk segi tiga, mempunyai lubang sensor panas di antara mata dan lubang pernafasan.
Habitat: Semak-semak daun kering, ladang pertanian, persawahan, daerah bebatuan, atau padang rumput pd ketinggian sampai 2000 m dpl.
Makanan: Kadal, katak, tikus atau mamalia kecil lainnya.
Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari), mulai aktif pada sore hari, menangkap mangsa dengan cara menyergap (ambush), jika merasa terganggu akan cenderung diam dari pada melarikan diri dan akan mengeluarkan suara (hissing) yg sangat keras dengan di barengi dgn posisi siaga (“S” shape) mulai dari leher ke kepala. serangannya sangat cepat dan luka gigitan sangat dalam.
Tipe gigi: Solenoglypha (taring bisa dapat dilipat).
Racun dominan: Hemotoxin (menyerang sel darah)
Efek pada luka gigitan: Sakit, bengkak, memar, terasa panas.
Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
Efek klinis: Berpotensi mematikan, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 10 – 20%









5. Ular Bandotan Jedor (Calloselasma Rhodostoma)

Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 50 – 110 cm, tubuh berwarna coklat dengan corak gambar seperti diamond, membesar diperut dan mengecil ke ekor serta leher, sisik kasar, kepalanya berbentuk segi tiga, mempunyai lubang sensor panas di antara mata dan lubang pernafasan.
Habitat: Semak-semak daun kering, ladang pertanian, persawahan, daerah bebatuan.
Makanan: Kadal, katak, tikus atau mamalia kecil lainnya.
Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari) dan diurnal (jarang), cenderung aktif jika kelembaban meningkat, hampir tidak ada gerakan berarti untuk menghindari predator/manusia, tdk termasuk ular yang agresif namun siap menyerang jika di ganggu.
Tipe gigi: Solenoglypha (taring bisa dapat dilipat).
Racun dominan: Hemotoxin (menyerang sel darah)
Efek pada luka gigitan: Sakit, bengkak, memar, terasa panas.
Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
Efek klinis: Berpotensi mematikan, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 1 – 10%









6. Ular King Kobra (Ophiophagus Hannah)

Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 200 – 559 cm, warna kulitnya hitam dengan cincin putih (tidah terlalu terang) di sepanjang tubuhnya.
Habitat: Hutan tropis, padang rumput terbuka, dataran rendah, sampai pada ketinggian 1800 m dpl.
Makanan: Utamanya ular dan kadal.
Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), terestrial dan kanibal. termasuk ular yg tidak agresif, lebih memilih untuk lari jika di ganggu, namun jika terpojok maka ular ini akan menaikan tubuhnya tinggi2 sambil mengembangkan tubuh di sekitar lehernya (hood) dan akan mengeluarkan suara yg cukup keras.
Tipe gigi:
Racun dominan: Postsynaptic neurotoxins (menyerang sistem syaraf) yang dapat membunuh manusia dalam 3 menit.
Efek pada luka gigitan: sakit, bengkak, memar, cell mati (necrosis)
Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
Efek pada sistem syaraf: Menyebabkan kelumpuhan.
Efek klinis: Berpotensi mematikan, tingkat kematian karena tidak tertolong sekitar 50 – 60%









7. Ular Kobra Hitam/Ular Sendok (Naja Sputatrix)

Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 130 – 185 cm, warna kulitnya hitam legam (daerah blitar), leher coklat melingkar.
Habitat: Hutan, persawahan, perkebunan atau di sekitar permukiman penduduk, sungai.
Makanan: Kadal, katak, ular, tikus atau mamalia kecil lainnya.
Kebiasaan: Diurnal, terestrial, jika diganggu akan menyemprotkan bisa sebagai pertahanan.
Tipe gigi:
Racun dominan: Postsynaptic neurotoxins (menyerang sistem syaraf)
Efek pada luka gigitan: sakit, bengkak, memar, sel mati (necrosis)
Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
Efek pada sistem syaraf: Menyebabkan kelumpuhan.
Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa tinggi dan berpotensi membahayakan






8. Ular Pudak Bromo (Rhabdophis Subminiatus)

Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 50 – 130 cm, tubuh berwarna dominant coklat dari kepala hingga ekor, leher berwarna jingga, merah menyala dan hijau, badan berbintik putih, bagian bawah berwarna putih
Habitat: Hutan, persawahan, perkebunan atau di sekitar permukiman penduduk, sungai.
Makanan: Katak, cicak, kadal.>
Kebiasaan: Terrestrial dan diurnal.
Tipe gigi: Ophistoglypha.
Racun dominan: Mixture of procoagulants.
Efek pada luka gigitan: Terasa sakit pada luka gigitan, memar, bengkak dan terjadi pendarahan.
Efek racun pada tubuh: Sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit pada perut, pendarahan, pingsan.
Efek klinis: Berpotensi menyebabkan kematian.


B. Ular Berbisa Menengah
1. Ular Sowo Bajing (Boiga Drapiezii)

Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 130 – 220 cm, warna kulitnya coklat muda.
Habitat: Hutan bakau, dataran rendah / kaki bukit hutan tropis, sungai.
Makanan: Burung, telur mereka sendiri, kadal, kodok, dan ular.
Kebiasaan: Arboreal sebagian besar nocturnal, sering kali melingkar / bergelantungan pd cabang pohon, sesekali mencari makan di dasar hutan.
Tipe gigi: Ophiestoglypha
Racun dominan: Belum diketahui.
Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit dan sedikit rasa panas pd luka.
Efek racun pada tubuh: Terasa seperti demam bagi yang anti bodinya kurang bagus.
Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa menengah.




2. Ular Cincin Emas/Taliwongso (Boiga Dendrophila)

Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 120 – 250 cm, tubuh bagian dorsal berwarna hitam dengan garis-garis kuning atau putih disisi lateral dengan jarak satu garis dengan yang lain agak teratur, ada juga yang berwarna hitam putih, tubuh bagian ventral berwarna hitam atau kebiru-biruan, labial bawah berwarna kuning dengan garis-garis hitam kecil, mata bulat dengan pupil mata elips vertikal.
Habitat: Hutan bakau, dataran rendah / kaki bukit hutan tropis, sungai.
Makanan: Burung, rodent, kadal, kodok, ikan, dan ular.
Kebiasaan: Arboreal sebagian besar nocturnal, sering kali melingkar / bergelantungan pd cabang pohon, sesekali mencari makan di dasar hutan, perenang handal, jika diganggu akan membuka mulutnya cukup lebar dan membentuk posisi siaga dan jika menggigit maka mangsanya akan di kunyah untuk mengalirkan bisanya, juga dpt membunuh mangsanya dgn cara membelit.
Tipe gigi: Ophiestoglypha
Racun dominan: Belum diketahui.
Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit dan sedikit rasa panas pd luka.
Efek racun pada tubuh: Terasa seperti demam bagi yang anti bodinya kurang bagus.
Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa menengah.




3. Marble Cat Snake (Boiga Multimaculata)

Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 120 cm, warna kulitnya coklat muda dengan totol-totol coklat tua.
Habitat: Hutan tropis, dataran rendah sekitar sungai / kali pd ketinggian 1700 m.
Makanan: Burung, telur mereka sendiri, kadal, kodok dan ular.
Kebiasaan: Arboreal sebagian besar nocturnal, sering kali melingkar / bergelantungan pd cabang pohon, sesekali mencari makan di dasar hutan, perenang handal, jika diganggu akan membuka mulutnya cukup lebar dan membentuk posisi siaga dan jika menggigit maka mangsanya akan di kunyah untuk mengalirkan bisanya, juga dpt membunuh mangsanya dgn cara membelit.
Tipe gigi: Ophiestoglypha
Racun dominan: Belum diketahui.
Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit dan sedikit rasa panas pd luka.
Efek racun pada tubuh: Terasa seperti demam bagi yang anti bodinya kurang bagus.
Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa menengah.




4. Ular Kadut Air (Homalopsis Buccata)

Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 100 cm, tubuh bagian dorsal berwarna coklat kemerahan, kelabu kehijauan atau kelabu tua gelap sampai hitam, corak belang dengan bentuk yang tak beraturan, tubuh bagian lateral terdapat bintik-bintik putih, tubuh bagian ventral berwarna putih atau kuning dengan titik-titik hitam, terdapat garis hitam mata dan tanda hitam berbentuk V pada moncongnya, terdapat tiga bintik hitam pada kepalanya
Habitat: Sawah, sungai.
Makanan: Katak, ikan, reptile kecil lainnya.
Kebiasaan: Nokturnal (aktif pada malam hari).
Tipe gigi: Ophistoglypha, jika menggigit, giginya cenderung tertinggal
Racun dominan:
Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit dan sedikit rasa gatal pada luka.
Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa ringan.




5. Ular Gadung Pucuk/Ulo Jangan (Dryophis Prasinus)
Ciri-ciri fisik: Tubuhnya panjang dan sangat kecil, panjang tubuh dewasa sekitar 80 – 200 cm, tubuh bagian dorsal berwarna hijau, hijau kecoklatan atau keabuabuan-coklat, saat ketakutan atau marah, bagian leher mengembang akan terlihat warna hitam putih dan biru, tubuh bagian lateral terdapat garis kuning atau putih, tubuh bagian ventral berwarna hijau, kepala panjang dengan dengan moncong meruncing , mata horizontal.
Habitat: Dataran rendah, hutan tropis, sungai.
Makanan: Burung, kadal, katak dan reptil kecil lainnya.
Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), arboreal, dapat bergerak dengan cepat diantara semak atau cabang pohon dan juga sering di temukan pd dasar hutan (juvenile).
Tipe gigi: Ophiestoglypha.
Racun dominan:
Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit dan sedikit rasa panas pd luka.
Efek racun pada tubuh: Tidak ada efek yang berarti bagi manusia.
Efek klinis: Kemungkinan terkena bisa ringan.


C. Ular Tidak Berbisa

Ular yang tidak berbisa umumnya bersifat sangat gesit apalagi jika bertemu dengan makluk yang lebih besar karena mereka merasa takut, makanya mereka sering melarikan diri saat bertemu kita untuk menyelamatkan diri.
1. Ular Tampar /Tali Picis (Dendrelaphis Pictus)
Ciri-ciri fisik: Tubuh panjang dan kecil, panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 100 cm, kepala oval, mata horizontal, lidah berwarna merah, warna kulitnya coklat dan ada 2 garis hitam memanjang dari kepala ke ekor, bagian bawah terdapat garis kuning memanjang hingga ekor.
Habitat: Pepohonan, hutan tropis, sungai.
Makanan: Katak, tikus, belalang, cicak, jangkrik.
Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), dapat bergerak dengan cepat diantara semak atau cabang pohon dan juga sering di temukan pd dasar hutan (juvenile), muncul bintik putih di leher jika marah.
Tipe gigi: Aglypha
Racun: Hanya berbahaya bagi sesama ular.
Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit.
Efek racun pada tubuh: Tidak ada efek bagi manusia.



2. Ular Lare Angon (Xenochrophis Vittatus)

Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 50 – 75 cm, dengan sepasang pita coklat yang membujur di punggungnya (geminatus = berpasangan), warna punggung selebihnya coklat muda, dengan garis hitam putus-putus di bagian bawah.
Habitat: Semak-semak, kadang berjemur di atas pohon.
Makanan: Katak, tikus, burung.
Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), gerakannya gesit, akan lari jika bertemu predator/manusia.
Tipe gigi: Aglypha.
Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit.



3. Ular Kayu/Priting (Ptyas Korros)

Ciri-ciri fisik: Tubuh bagian atas (dorsal) berwarna coklat atau coklat kehijauan, panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 170 cm, sisik tubuh bagian belakang kuning dengan garis hitam disekeliling tiap sisiknya, tubuh bagian bawah (ventral) berwarna kuning, mata bulat, besar dan hitam, pada yang muda terdapat garis-garis putuh pada bagian tubuh atas (dorsal).
Habitat: Semak-semak, kadang berjemur di atas pohon.
Makanan: Katak, tikus, burung.
Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), gerakannya gesit, akan lari jika bertemu predator/manusia.
Tipe gigi: Aglypha
Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit.



4. Ular Jali (Ptyas Mucosus)

Ciri-ciri fisik: Tubuh bagian dorsal berwarna coklat kekuningan atau kehijauan (olive), Terdapat garis-garis vertikal hitam pada begian kepala (bibir) dan belakang, Tubuh bagian ventral berwarna putih, Mata bulat, besar,hitam, Pada yang muda terdapat garis-garis terang pada bagian depan, Panjang ± 50 cm – 250 cm
Habitat : Darat (semak-semak), persawahan/ladang
Aktivitas : Diurnal (siang hari)
Makanan : Tikus, kodok, katak dan burung
Tipe gigi : Aglypa
Efek pada gigitan: tidak terlalu sakit





5. Ular Terawang (Elaphe Radiata)

Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 200 cm, tubuh bagian dorsal berwarna kekuningan, dengan empat garis longitudinal berwarna hitam pada bagian tubuh depan, tubuh bagian depan belakang berwarna kuning, tubuh bagian ventral berwarna kuning, terdapat garis hitam dari mata dan melintang pada bagian belakang kepala.
Habitat: Semak-semak, kadang berjemur di atas pohon.
Makanan: Katak, tikus, burung.
Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), gerakannya gesit, akan lari jika bertemu predator/manusia, pada saat marah atau merasa terancam akan melipat bagian depan tubuhnya yang memipih seperti huruf S, lalu membuka mulutnya untuk menyerang.
Tipe gigi: Aglypha
Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit.



6. Ular Kadut (Acrochordus Granulatus)

Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 120 cm, kulitnya kasar namun tipis, warnanya belang hitam putih atau abu2 putih yang berpola garis vertikal.
Habitat: Persawahan dan sungai.
Makanan: Katak, ikan.
Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari).
Tipe gigi: Aglypha
Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit






7. Ular Air (Xenocrophis Piscator)

Ciri-ciri : Tubuh bagian dorsal berwarna kuning atau coklat kehijauan (olive) dengan tanda hitam berbentuk S berwarna hitam pada sepanjang tubuhnya atau garis-garis longitudinal, Tubuh bagian ventral putih dan terdapat garis hitam pada tiap sisiknya, Terdapat garis hitam pada bagian belakang mata, Mata bulat besar, Bila marah ular ini akna memipihkan tubuhnya ketanah, Panjangnya ± 110 cm – 120 cm
Habitat : ½ perarian, dekat kolam, sungai, sawah
Aktivitas : Diurnal (aktif pada siang hari)
Makanan : Katak dan ikan
Tipe gigi : Aglypha
Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit



8. Ular Pelangi (Xenopeltis Unicolor)

Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 100 cm, Tubuh bagian dorsal berwarna coklat atau kehitaman jika tubuhnya terkena sinar matahari akan memantulkan warna pelangi, tubuh bagian ventral berwarna putih, kepalanya pipih, mata bulat besar.
Habitat: Sawah, ladang subur.
Makanan: Katak, ular, cacing.
Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari).
Tipe gigi: Aglypha
Efek pada luka gigitan: Tidak terlalu sakit.



9. Ular Serasah (Sibynophis Geminatus)

Ciri-ciri fisik: Tubuhnya kecil, panjang tubuh dewasa sekitar 50 – 70 cm, ciri utamanya terletak pada kalung tebal berwarna kuning jingga di tengkuk, dengan sepasang pita kuning agak jingga kecoklatan yang membujur di punggungnya (geminatus = berpasangan), warna punggung selebihnya coklat tua kemerahan, dengan garis hitam halus putus-putus di antara warna coklat dengan pita kuning, kepala coklat muda, dengan bibir atas berwarna putih menyolok, sisi bawah tubuh (ventral) kuning di bawah leher, kuning muda sampai putih kehijauan di sebelah belakang; dengan bercak-bercak hitam beraturan di batas lateral, iris mata berwarna kekuningan.
Habitat: Ladang subur, rerumputan.
Makanan: Katak kecil dan kadal.
Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), ular ini kerap menyusup-nyusup di serasah atau rerumputan sehingga jarang teramati, gesit.
Tipe gigi: Aglypha
Efek pada luka gigitan: Tidak sakit.



10. Ular Sowo Kopi (Elaphe Flavolineata)

Ciri-ciri fisik: Tubuhnya kecil, panjang tubuh dewasa sekitar 70 – 140 cm, tubuh bagian dorsal berwarna coklat atau keabu-abuan dengan tanda hitam persegi panjang yang belang dengan putih bagian depan, terdapat garis hitam longitudinal pada bagian vertebral (tulang belakang), tubuh bagian belakang berwarna coklat gelap atau hitam, tubuh bagian ventral berwarna kuning, coklat atau kehitaman.
Habitat: Ladang kering, perumahan warga.
Makanan: Katak dan kadal.
Kebiasaan: Diurnal (aktif pada siang hari), pada saat marah atau merasa terancam akan melipat bagian depan tubuhnya yang memipih seperti huruf S, lalu membuka mulutnya untuk menyerang
Tipe gigi: Aglypha
Efek pada luka gigitan: Tidak sakit.



11. Ular Sanca Batik/Puspo Kajang (Python Reticulatus)

Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa dapat mencapai 1500 cm, tubuh bagian dorsal kekuning atau coklat dengan corak seperti jala (jajaran genjang) dengan warna hitam pada bagian dalamnya dikelilingi warna kuning, tubuh bagian ventral berwarna kuning, terdapat garis hitam memanjang dari bagian belakang mata, kepala berwarna kuning dengan garis hitam tepat pada tengah, mata bulat dengan pupil mata elip vertikal.
Habitat: Darat, hutan tropis dan dekat sungai (air).
Makanan: Mamalia dan unggas.
Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari), membunuh mangsa dengan membelit..
Tipe gigi: Aglypha
Efek pada luka gigitan: Dapat menyebabkan luka yang serius.



12. Ular Sanca Kembang (Python Molurus)

Ciri-ciri fisik: Panjang tubuh dewasa dapat mencapai 800 cm, tubuh berwrna abu – abu hitam dengan corak gambar membentuk kotak tidak beraturan dgn garis tepi berwarna abu – abu, tubuh bagian ventral berwarna putih, kepala oval berwarna coklat dengan garis kunig atau abu – abu di pinggirnya, mata bulat dengan pupil mata elip vertikal.
Habitat: Darat, hutan tropis dan dekat sungai (air).
Makanan: Mamalia dan unggas.
Kebiasaan: Nocturnal (aktif pada malam hari), membunuh mangsa dengan membelit..
Tipe gigi: Aglypha
Efek pada luka gigitan: Dapat menyebabkan luka yang serius.


[JUALGUPPY.com] Tehnik yang bisa digunakan untuk menghasilkan semua ikan Guppy jantan adalah dengan mengarahkan diferensiasi kelaminnya menggunakan hormon jantan (androgen) seperti 17a-methyltestosteron. Karena ikan Guppy ini melahirkan anak dan diferensiasi kelaminnya terjadi pada saat masih didalam perut induknya, maka pemberian hormon yang dilakukan pada saat induk hamil. Dosis hormon yang diberikan adalah 2 mg/l air perendaman dengan lama perendaman 24 jam. Cara pembuatan larutan hormon sama seperti pembuatan larutan hormon pada ikan cupang, yaitu hormon dilarutkan terlebih dahulu dengan alkohol 70% dan selanjutnya dicampurkan dengan air yang akan dipakai merendam. Pada setiap satu liter air yang sudah diberi hormon dapat merendam 3 ekor induk yang sudah hamil, baik pada hamil pertama maupun pada hamil kedua. 

Perendaman pada saat hamil pertama dilakukan setelah 14 hari dari waktu pemisahan antara induk jantan dan betina, sedangkan perendaman hamil kedua dilakukan setelah 14 hari dari waktu melahirkan pertama. Selama kegiatan perendaman, kedalam air perendaman ikan tetap diberi aerasi.  Jumlah anak yang dihasilkan dari perlakuan tidak berbeda atau sama dengan ikan yang tidak diberi hormon, dan anak yang dihasilkan dapat semua jantan (100%).


[JUALGUPPY.COM]Penyakit yang sangat sering dan umum menimpa guppy adalah jamur. Perlu dipahami bahwa jamur tumbuh dengan cara yang berbeda-beda dari bakteri. Jamur tumbuh dengan spora dan anak selalu tumbuh dengan kondisi tertentu. Mereka berkembang mempunyai siklus tertentu yang berupa spora kemudian berubah menjadi organisme yang disebut miselium.

Jamur ini dapat berkembang sangat biak sangat cepat, berbentuk seperti benang/ulir dan yang membentuk jaringan-jaringan seperti lapisan yang sangat tipis. Sedangkan bakteri yang biasa menyerang guppy adalah mycobacterium piscium, dan juga beberapa penyebab lainnya.

Perlu diperhatikan untuk informasi melakukan pengobatan secara efektif harus melakukan diagnosa yang akurat, sehingga dapat mengatasi penyakit yang timbul. Penyakit yang umum menyerang ikan guppy adalah :


a. Saprolegnia.
Ciri-ciri ikan yang terserang adalah bercak-bercak putih pada kulit ikan. Perawatannya teteskan alkohol metapen dalam
tempat sebanyak 2 tetes dalam satu galon air/4 1,12) liter air. Langkah selanjutnya berikan garam dan biarkan beberapa saat.
Berikan hydrogen peroksida untuk membunuh bakteri yang melekat pada jaring ikan selama 15 sampai 30 detik. Atau bisa juga digunakan malachite green atau methyline blue atau acriflavin sebagai disinfektan. Cara perawatan ikan yang terkena infeksi bakteri sebaiknya diberi tambahan ruang sebelum mengobati.

b. Penyakit Bengkak atau Bloat
Ikan tampak gelisah, badan tampak lebih besar karena kembung. Ini disebabkan karena peradangan usus ikan. Isolasi ikan yang terkena, lalu masukkan ke dalam satu galon air yang telah dibubuhi 2 sendok penuh garam Inggris. Biarkan selama 4 atau 6 jam, kemudian tambahkan air selama 12 jam. Setelah sembuh dapat dikembalikan ke tempat asal.

c. Jamur Mulut
Ciri ikan yang terkena jamur mulut mudah dilihat dari warna putih yang terletak di depan mulutnya. Jamur putih tersebut
merupakan koloni sangat besar yang menempel pada mulut ikan, sehingga menutup mulut ikan sampai tidak bisa bernapas dan makan dapat menyebabkan ikan mati. Pengobatan menggunakan aureomycin 25 mg untuk 1 galon air tambahkan 1 tetes obat merah dan metopen 2 tetes.

d. Penyakit Insang
Ciri ikan yang terkena peradangan insang biasanya disebabkan oleh organisme virus. Ciri pada penyakit ini insang membuka, malas makan dan selalu di atas permukaan air. Penyakit ini disebabkan oleh beberapa bakteri dan jamur dan paling sulit untuk diatasi.
Ciri ikan ini jika mati insangnya tampak memerah dan membusuk lebih cepat dari badannya. Beberapa cara yang sudah berhasil dilakukan adalah dengan memberikan metapen mercurochrome direndam beberapa saat secara bersamaan kemudian lakukan perawatan dengan menggunakan air garam dan memberikan tempat yang lebih besar dan luas.

e. Penyakit Kembung
Ciri-ciri ikan yang terkena peradangan perut antara lain ikan tampak sulit berenang ke dasar. Cara mengatasinya berikan 1 sendok teh garam Inggris tiap 1/2 liter air, dan rendam ikan selama 3 sampai 4 jam, kemudian pindahkan ikan ke dalam tempat yang ketinggian airnya 3 kali tinggi badan ikan. Masih ada beberapa penyakit yang sudah umum diketahui, misalnya kutu atau jarum.


[JualGuppy.com]Ikan Guppy pada awalnya adalah ikan liar yang hidup di rawa air rawa/ payau. Ikan guppy ini berkembang biak dengan sangat cepat melalui cara beranak sehingga pemijahannya tergolong sangat mudah. Apalagi apabila ekosistem yang sangat mendukung, guppy mampu melipat gandakan jumlah mereka hanya dalam hitungan hari.
Induk jantan guppy mempunyai warna yang cerah, mencolok, tubuh yang ramping, sirip punggung yang lebih panjang, mempunyai gondopodium (berupa tonjolan memanjang di belakang sirip perut) yang merupakan modifikasi sirip anal berupa sirip panjang. Untuk indukan betina mempunyai tubuh gemuk, warna yang kurang cerah, sirip punggung kecil, sirip perut berupa sirip yang halus.

Selain warna yang sangat bervariasa, bentuk dasar ekor ikan guppy juga bervariasi. Guppy dibagi berdasarkan bentuk ekornya yaitu wide tail (ekor lebar), sword tail (ekor panjang), dan short tail (ekor pendek). Tiap varietas mempunyai 4 macam bentuk ekor. Varietas terbaru yaitu Ribbon/Swallow. Ini merupakan varietas terbaru dari berbagai persilangan menyebabkan mutasi gen merupakan hasil dari kawin silang dari berbagai jenis ikan ini.

Guppy berkembang biak dengan cara beranak. Anak sang guppy yang baru lahir sudah langsung dapat berenang dengan sangat baik. Hal ini terjadi karena proses pembuahan guppy secara internal yaitu perkawinan terjadi pada saat organ gondopodium yang terletak pada sirip anal dimasukkan ke dalam organ telur betina sehingga proses reproduksi sangatlah cepat.

Guppy jantan yang akan mengejar betina siap kawin. Setiap kali perkawinan dapat dijadikan 3 kali kelahiran atau dengan kata lain betina mampu beranak 3 kali walau hanya 1x perkawinan. Waktu kelahiran berkisar 3 minggu dan seekor betina dapat menghasilkan  hingga 120 ekor  anak ikan/burayak.

Dengan memahami proses pembuahan guppy sampai dengan kelahiran ikan guppy maka perlu dipakai suatu metode agar perkawinan guppy dengan mudah dapat diatur dan dikendalikan sesuai dengan keinginan kita. Kelemahan dari pembudidayaan ikan guppy adalah ketidaktelitian, yaitu terutama yang menggunakan sistem kawin masal. Teknik yang digunakan dalam menghasilkan strain guppy yang unggul dalam dengan menghasilkan F4 atau biasa juga disebut dengan SISTEM LINE.

Untuk mencari guppy yang bagus biasanya dapat dicari dengan betina yang mempunyai bentuk ekor yang bagus. Sedangkan untuk jantan biasanya dicari warna yang paling cerah juga dominan. Untuk Guppy Ribbon, betina Ribbon sangat dominan, sedangkan untuk jantan tetap jantan normal, sehingga untuk mendapatkan guppy Ribbon jantan yang bagus masih diperlukan jantan normal. 

Author Name

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.